Aku berlari di antara hujan, berusaha berlari dari kenyataan. Namun akhirnya langkahku tersendal, terseret oleh kenyataan yang sedari tadi mengejar. Tubuhku lunglai terpuruk lemah. Hambar rasanya jika teringat segalannya.
Aku menatap ke atas, mendapati kau yang sudah mulai menapakkan kaki dan terbang. Sedangkan aku masih berjalan lemah dengan kaki yang nyaris patah. Namun kau tetap melangkah, seakan tak perduli kalau aku masih menyeret kakiku yang nyaris patah dengan gerakan yang lemah.
Awalnya, aku anggap perlakuanmu itu sebagai motivasi. Namun seiring berjalannya waktu ku sadar kau tak perduli. Sayang, aku lelah.
Aku lelah mengejar duniamu yang tak pernah bisa ku raih. Aku lelah mencari-cari perhatian yang selalu kau acuhkan. Sadarlah bahwa kau terlalu asik dengan duniamu. Bahkan kau selalu mengacuhkan segalanya yang aku berikan. Segala yang ku berikan kau anggap angin berlalu, atau mungkin hanya sebutir debu yang mustahil kau lihat. Bagaimana, Sayang?
Bagaimana jika kakiku kini sudah patah dan aku masih berpijak di tanah, sedangkan kau terbang bersama ribuan anganmu tanpa memperdulikan aku? Bagaimana kita bisa bersatu kalau tempat kita berpijak saja sudah berbeda? Bagaimana?
Komentar
Posting Komentar